TUGAS
INDIVIDU
MATA KULIAH
PENGEMBANGAN DAN PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
“POSYANDU LANSIA”
Oleh:
Andi Sujito
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN HAKLI SEMARANG
PRODI S1
KESEHATAN MASYARAKAT
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Keadaan
masyarakat Indonesia yang beragam sangat dipengaruhi oleh perkembangan
masyarakat dari usia dini. Pemerintah
telah memperhatikan kelangsungan pekembangan usia dini ini dengan
mengoptimalkan berbagai bentuk pengembangan di usia muda, seperti peningkatan mutu
pendidikan, pengembangan pola-pola intelektual, pola pendidikan moral dan
banyak aspek lainnya. Hal ini tentu saja menggembirakan, meskipun tidak bisa
menjadi jaminan bahwa upaya tersebut dapat meningkatkan kualitas generasi
selanjutnya.
Begitu
besar perhatian pemerintah kepada generasi muda, dengan harapan akan membuat
bangsa ini menjadi baik. Pemerintah
begitu intens memfokuskan pengembangan dan perbaikan pada anak-anak dan remaja,
sesungguhnya melupakan keberadaan para lansia. Lansia sesungguhnya memiliki hak
untuk mendapatkan apresiasi yang sama dengan usia produktif lainnya. Meskipun
telah ada undang-undang yang difokuskan pada lansia yaitu UU No. 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, tetap saja para lansia ini menjadi hal yang
terabaikan.
Lansia
sering dianggap sebagai golongan yang lemah, tetapi sesungguhnya lansia
memiliki peran yang berarti bagi masyarakat. Lansia memiliki penalaran moral
yang bagus untuk generasi dibawahnya. Lansia memiliki semacam gairah yang
tinggi karena secara alami, manusia akan cenderung memanfaatkan masa-masa
akhirnya secara optimal untuk melakukan pewarisan nilai dan norma. Hal ini
justru mempermudah kita untuk membina moral anak-anak.
Namun
sebelum kita merasakan keberadaan lansia yang sebenarnya dapat membantu
pembelajaran moral ini, kita senantiasa menganggap bahwa lansia adalah simbol
yang merepotkan dan kurang kontribusi. Hal
ini dikarenakan kita sendiri kurang mengapresiasi para lansia tersebut,
sehingga tidak jarang para lansia itu terlantar meskipun mempunyai keluarga. Banyak keluarga yang karena kesibukannya terkesan
melalaikan orang tua dan memasukkannya ke panti jompo (Hardin and Hudson,
2005).
Masa lanjut usia
adalah masa dimana individu dapat merasakan kesatuan, integritas, dan refleksi
dari kehidupannya. Jika tidak, ini akan menimbulkan ketimpangan dan bahkan
dapat mengakibatkan patologis, semacam penyakit kejiwaan (Latifah, 2010). Jika
ini terjadi maka keadaan masyarakat juga terganggu, dimana lansia sebagai
penguat transformator nilai dan norma berkurang, baik secara kualitas dan kuantitas.
Banyak contoh yang terjadi dimasyarakat kita, dimana lansia berlaku yang kurang
sopan atau bahkan kurang beradab sehingga secara tidak langsung akan mengganggu
ketentraman kehidupan bermasyarakat. Lansia di Indonesia, menurut Depkomindo
2010, pada tahun 2008 berjumlah 23 juta orang, sedangkan lansia yang terlantar
mencapai 1,7 juta sampai 2 juta orang.
Dari
berbagai kejadian yang ada, kita harusnya sadar bahwa sudah saatnya kita
mengapresiasi para lansia dengan bersikap adil, yang tidak dapat disamakan
dengan perlakuan kita terhadap anak-anak dan para remaja. Kita
seharusnya mempunyai mekanisme untuk memberdayakan lansia sesuai dengan umur
mereka, membantunya melalui tahap perkembangan, dan menyertakannya dalam proses
transformasi pendidikan moral. Dengan demikian mereka tidak merasa terabaikan.
Seiring
dengan meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah berusaha merumuskan
berbagai kebijakan untuk usia lanjut tersebut, terutamanya pelayanan dibidang
kesehatan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu
kehidupan lansia untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya.
Wujud
dari usaha pemerintah ini adalah dicanangkannya pelayanan bagi lansia melalui
beberapa jenjang yaitu pelayanan kesehatan ditingkat masyarakat adalah Posyandu
Lansia. Pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan
pelayanan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit.
Dengan
demikian, posyandu lansia sangat kita perlukan, dimana posyandu lansia ini
dapat membantu lansia sesuai dengan kebutuhannya dan pada lingkungan yang
tepat, sehingga para lansia tidak merasa lagi terabaikan didalam masyarakat.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
1. Lanjut
Usia (Lansia)
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia, pengertian lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Keadaan ini dibagi menjadi dua, yaitu Lanjut
Usia Potensial dan Lanjut Usia Tidak Potensial. Lanjut Usia Potensial adalah
lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang dan/ jasa, sedangkan Lanjut Usia Tidak Potensial adalah
lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain. Sedangkan WHO
menggolongkan lanjut usia menjadi empat, yaitu:
Ø Usia Pertengahan (middle age) : umur 45-59 tahun
Ø Lanjut
Usia (elderly) : umur 60-74 tahun
Ø Lanjut Usia Tua (old) : umur 75-90 tahun
Ø Usia
Sangat Tua (very old) : umur diatas 90 tahun
Departemen Kesehatan RI menggolongkan lanjut usia
menjadi tiga kelompok, yaitu:
Ø Kelompok Lansia Dini (55-64 tahun), merupakan kelompok
yang baru memasuki lansia
Ø Kelompok Lansia (65 tahun ke atas)
Ø Kelompok Lansia resiko tinggi yaitu lansia yang
berusia lebih dari 70 tahun
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu: aspek biologis, aspek ekonomi dan aspek sosial
(Wijayanti, 2008).
Secara biologis, penduduk yang disebut lansia adalah
penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus-menerus, yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentan terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan karena terjadinya
perubahan dalam struktur sel, jaringan, serta sistem organ. Secara
ekonomi, lansia dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya.
Banyak yang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak
lagi memberikan manfaat, bahkan ada yang beranggapan bahwa kehidupan masa tua,
seringkali dipersepsikan negatif, sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Sedangkan secara sosial, lansia merupakan satu kelompok sosial sendiri.
Dinegara barat, lansia menempati strata sosial dibawah kaum muda, sedangkan di
Indonesia, lansia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh
warga muda (Wijayanti, 2008).
2. Posyandu
Lansia
Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk
masyarakat usia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang
digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan
pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya
melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga,
tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi,
2008).
Posyandu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk
bersama-sama menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan pelayanan sesuai
kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum
(Henniwati, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), posyandu lansia adalah suatu bentuk
keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia ditingkat desa/ kelurahan dalam
masing-masing wilayah kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa
keterpaduan pada pelayanan yang dilatar belakangi oleh kriteria lansia yang
memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu lansia adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama lansia.
3. Tujuan
Posyandu Lansia
Menurut Erfandi (2008), Tujuan Posyandu Lansia secara
garis besar adalah:
Ø
Meningkatkan jangkauan pelayanan
kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan lansia.
Ø
Mendekatkan pelayanan dan
meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan,
disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
4. Manfaat
Posyandu Lansia
Manfaat dari posyandu lansia adalahpengetahuan
lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat
mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu
lansia sehingga lebih percaya diri dihari tuanya.
5. Sasaran
Posyandu Lansia
Sasaran
posyandu lansia adalah :
Ø Sasaran
langsung, yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia lanjut
(60 tahun ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke
atas).
Ø Sasaran
tidak langsung, yaitu keluarga dimana lansia berada, organisasi sosial yang
bergerak dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI,
2006).
6. Kegiatan
Posyandu Lansia
Bentuk pelayanan pada posyandu lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik
dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS)
untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau ancaman masalah
kesehatan yang dialami. Beberapa kegiatan pada posyandu lansia adalah:
Ø
Pemeriksaan aktivitas kegiatan
sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum,
berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan
sebagainya.
Ø
Pemeriksaan status mental.
Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman
metode 2 (dua) menit
Ø
Pemeriksaan status gizi melalui
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik
indeks masa tubuh (IMT).
Ø
Pengukuran tekanan darah menggunakan
tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
Ø
Pemeriksaan hemoglobin
menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
Ø
Pemeriksaan adanya gula dalam air
seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus)
Ø
Pemeriksaan adanya zat putih telur
(protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
Ø
Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas
bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir-butir
diatas.
Ø
Penyuluhan Kesehatan, biasa
dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan
konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh
individu dan kelompok usia lanjut.
Ø
Kunjungan rumah oleh kader disertai
petugas bagi kelompok usia lanjut yang tidak dating, dalam rangka kegiatan
perawatan kesehatan masyarakat.
Selain itu banyak juga posyandu lansia yang mengadakan kegiatan tambahan
seperti senam lansia, pengajian, membuat kerajian ataupun kegiatan silaturahmi
antar lansia. Kegiatan seperti ini tergantung dari kreasi kader posyandu yang bertujuan
untuk membuat lansia beraktivitas kembali dan berdisiplin diri.
7. Mekanisme
Pelayanan Posyandu Lansia
Mekanisme pelayanan Posyandu Lansia tentu saja berbeda dengan posyandu
balita pada umumnya. Mekanisme pelayanan ini tergantung pada mekanisme dan
kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah penyelenggara. Ada yang
menyelenggarakan posyandu lansia ini dengan sistem 5 meja seperti posyandu
balita, ada pula yang hanya 3 meja. 3 meja tersebut meliputi :
Ø
Meja I: pendaftaran lansia,
pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan.
Ø
Meja II : melakukan pencatatan berat
badan, tinggi badan dan index massa tubuh (IMT); juga pelayanan kesehatan
seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus.
Ø
Meja III : melakukan kegiatan
konseling atau penyuluhan, dapat juga dilakukan pelayanan pojok gizi.
8. Masalah
kesehatan pada Lansia
Masalah kesehatan pada lansia tentu
saja berbeda dengan jenjang umur yang lain karena pada penyakit pada lansia
merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan
proses menua yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti sel serta mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dr. Purma Siburian Sp PD, pemerhati
masalah kesehatan pada lansia menyatakan bahwa ada 14 I yang menjadi masalah
kesehatan pada lansia, yaitu :
Ø Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan
fisik, jiwa dan faktor lingkungan sehingga dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan tulang, sendi dan otot,
gangguan saraf dan penyakit jantung.
Ø Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat
disebabkan oleh faktor intrinsik (yang berkaitan dengan tubuh penderita), baik
karena proses menua, penyakit maupun ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh)
seperti obat-obatan tertentu dan faktor lingkungan. Akibatnya akan timbul rasa
sakit, cedera, patah tulang yang akan membatasi pergerakan. Keadaan ini akan menyebabkan
gangguan psikologik berupa hilangnya harga diri dan perasaan takut akan
terjadi.
Ø Incontinence (buang air) yaitu keluarnya air seni
tanpa disadari dan frekuensinya sering. Meskipun keadaan ini normal pada lansia
tetapi sebenarnya tidak dikehendaki oleh lansia dan keluarganya. Hal ini akan
membuat lansia mengurangi minum untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga
dapat menyebabkan kekurangan cairan.
Ø Intellectual Impairment (gangguan intelektual/
dementia), merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi
intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya
aktivitas kehidupan sehari-hari.
Ø Infection (infeksi), merupakan salah satu masalah
kesehatan yang penting pada lansia, karena sering didapati juga dengan gejala tidak
khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan diagnosis dan
pengobatan.
Ø Impairment of vision and hearing, taste, smell,
communication, convalencence, skin integrity (gangguan panca indera,
komunikasi, penyembuhan dan kulit), merupakan akibat dari proses menua dimana
semua panca indera berkurang fungsinya, demikian juga pada otak, saraf dan
otot-otot yang dipergunakan untuk berbicara, sedangkan kulit menjadi lebih
kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma
yang minimal.
Ø Impaction (konstipasi=sulit buang air besar), sebagai
akibat dari kurangnya gerakan, makanan yang kurang mengandung serat, kurang
minum, dan lainnya.
Ø Isolation (depresi), akibat perubahan sosial,
bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial. Pada lansia, depresi
yang muncul adalah depresi yang terselubung, dimana yang menonjol hanya
gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri
pinggang, gangguan pecernaan, dan lain-lain.
Ø Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena
perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa
ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari
masyarakat), terutama karena kemiskinan, gangguan panca indera; sedangkan
faktor kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, obat-obatan,
dan lainnya.
Ø Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya
usia, maka kemampuan tubuh untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan semaki
berkurang, sehingga jika tidak dapat bekerja maka tidak akan mempunyai
penghasilan.
Ø Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering
dijumpai pada lansia yang mempunyai riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan
dalam waktu yang lama, jika tanpa pengawasan dokter maka akan menyebabkan
timbulnya penyakit akibat obat-obatan.
Ø Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh
lansia, dimana mereka mengalami sulit untukmasuk dalam proses tidur, tidur
tidak nyenyak dan mudah terbangun, tidur dengan banyak mimpi, jika terbangun
susah tidur kembali, terbangun didini hari-lesu setelah bangun di pagi hari.
Ø Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun),
merupakan salah satu akibat dari prose menua, meskipun terkadang dapat pula
sebagai akibat dari penyakit menahun, kurang gizi dan lainnya.
Ø Impotence (impotensi), merupakan ketidakmampuan untuk
mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama
yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 (tiga) bulan. Hal ini disebabkan
karena terjadi hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya
kekakuan pada dinding pembuluh darah, baik karena proses menua atau penyakit.
Data penyakit lansia di Indonesia (umumnya pada
lansia berusia lebih dari 55 tahun) adalah sebagai berikut:
Ø Penyakit
Cardiovascular
Ø Penyakit
otot dan persendian
Ø Bronchitis, asma dan penyakit respirasi lainnya
Ø Penyakit pada mulut, gigi dan saluran cerna
Ø Penyakit
syaraf
Ø Infeksi
kulit
Ø Malaria, Lain-lain
9. Kader
Posyandu
Kader posyandu, menurut Departemen Kesehatan RI
(2006) adalah seseorang atau tim sebagai pelaksana posyandu yang berasal dari
dan dipilih oleh masyarakat setempat yang memenuhi ketentuan dan diberikan
tugas serta tanggung jawab untuk pelaksanakan, pemantauan, dan memfasilitasi
kegiatan lainnya (Henniwati, 2008).
10. Penilaian Keberhasilan Upaya Pembinaan Lansia melalui
Posyandu Lansia
Menurut Henniwati (2008), penilaian keberhasilan
pembinaan lansia melalui kegiatan pelayanan kesehatan di posyandu, dilakukan
dengan menggunakan data pencatatan, pelaporan, pengamatan khusus dan
penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari
:
Ø Meningkatnya
sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya jumlah orang masyarakat
lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya
Ø Berkembangnya
jumlah lembaga pemerintah atau swasta yang memberikan pelayanan kesehatan bagi
lansia
Ø Berkembangnya
jenis pelayanan konseling pada lembaga
Ø Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi
lansia
Ø Penurunan daya kesakitan dan kematian akibat penyakit
pada lansia
BAB III
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
Kendala
yang dihadapi dalam penyelenggaraan posyandu lansia, seperti yang dikutip dari
blog puskesmas-oke, antara lain:
a.
Umumnya lansia
tidak mengetahui keberadaan dan manfaat dari posyandu lansia.
Hal ini dapat diatasi dengan penyuluhan atau sosialisasi tentang
keberadaan dan manfaat posyandu lansia, sehingga mendorong lansia untuk datang
dan merasakan sendiri manfaat dari keberadaan posyandu lansia. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan
tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah
kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia
menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong
minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia
b.
Jarak rumah dengan lokasi
posyandu lansia jauh atau sulit dijangkau.
Jarak
posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus
mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau
kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini
berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia
merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus
menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat
mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan
demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi
untuk menghadiri posyandu lansia.
c.
Kurangnya dukungan keluarga
untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu lansia
Dukungan
keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk
mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi
lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia
ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha
membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.
Keluarga,
bagi lansia merupakan sumber kepuasan. Data yang diambil oleh Henniwati (2008)
terhadap lansia berusia 50, 60 dan 70 tahun di Kelurahan Jambangan, menyatakan
mereka ingin tinggal ditengah-tengah keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di
Panti Werdha. Para lansia merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu
sebagai orang tua dan juga sebagai kakek dan nenek, akan tetapi keluarga juga
dapat menjadi frustasi bagi lansia. Hal ini terjadi jika ada hambatan
komunikasi antara lansia dengan anak atau cucu, dimana perbedaan faktor
generasi memegang peranan.
Ada juga
lansia yang mempunyai kemandirian yang tinggi untuk hidup sendiri karena
keinginan untuk hidup tanpa merepotkan orang lain. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2007) pada lansia
dilingkungan RW V Kelurahan Payung Kecamatan Banyumanik Semarang.
d.
Sikap yang
kurang baik terhadap petugas posyandu
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap
petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti
kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk
selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini
dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk
bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus
yang menghendaki adanya suatu respons.
e. Kader
Posyandu Lansia
Wahyuna (2008) melakukan penelitian kader di Posyandu Lansia wilayah
kerja Puskesmas Ngawi. Kader-kader tersebut hanya bertugas mencatat dan
mengurusi masalah konsumsi saja, selain itu kader juga bekerja tergantung
perintah petugas kesehatan tanpa ada pelatihan lebih lanjut sehingga peran
kader dalam kegiatan tersebut belum optimal.
Kader juga harus mampu berkomunikasi dengan efektif, baik dengan
individu atau kelompok maupun masyarakat, kader juga harus dapat membina
kerjasama dengan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan posyandu, serta
untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan lansia pada hari buka posyandu
yaitu pendaftaran, penimbangan, pencatatn/ pengisian KRS, penyuluhan dan
pelayanan kesehatan sesuai kewenangannya dan pemberian PMT, serta dapat
melakukan rujukan jika diperlukan (Departemen Kesehatan RI, 2006). Untuk
meningkatkan citra diri kader, maka harus dipehatikan dalam hal sebagai berikut:
Ø Meningkatkan kualitas diri sebagai seorang yang
dianggap masyarakat, yang dapat memberi informasi terkini tentang kesehatan
Ø Melengkapi diri dengan keterampilan yang memadai dalam
pelayanan di Posyandu
Ø Membuat kesam pertama yang baik dan memperhatikan
citra yang positif
Ø Menetapkan dan memutuskan perhatian secara cermat pada
kebutuhan masyarakat
Ø Menampilkan
diri sebagai bagian dari anggota masyarakat itu sendiri
Ø Mendorong keinginan masyarakat untuk datang ke
Posyandu
(Departemen
Kesehatan RI, 2006)
BAB IV
KESIMPULAN
Posyandu lansia merupakan wadah terpadu untuk para
lansia dimasa tuanya karena pada usia lanjut seperti ini, kondisi para lansia
umumnya mempunyai fisik yang relatif lemah dan kesepian, perlu berkumpul dan
saling mengawasi sehingga tidak merasa kesepian dan terabaikan.
Manfaat yang dirasakan dengan adanya posyandu lansia
ini bukan hanya dirasakan oleh lansia tetapi juga oleh keluarga dan lingkungan
dimana lansia tersebut tinggal. Posyandu lansia dapat membantu lansia untuk
menyesuaikan diri dalam perubahan fase kehidupannya sehingga menjadi pribadi
yang mandiri sesuai dengan keberadaannya.
Banyak kendala yang ditemui dalam menggerakkan
posyandu lansia tetapi kendala tersebut akan dapat diatasi dengan kerja sama
semua pihak, yaitu pemerintah pusat, daerah, pihak swasta dan seluruh elemen
masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Anonim. 2008.
Kesehatan Lansia di Indonesia. http:// subhankadir.files.wordpress.com.
3.
Departemen
Kesehatan RI. 2005 dalam Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten
Aceh Timur [tesis]. Medan: Program Pasca Sarjana,
Universitas Sumatera Utara. USU e-Repository @2009.
4.
Departemen
Kesehatan RI. 2006 dalam Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten
Aceh Timur [tesis]. Medan: Program Pasca Sarjana,
Universitas Sumatera Utara. USU e-Repository @2009.
5.
Departemen Kesehatan
RI. 2007 dalam Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan
Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur
[tesis]. Medan: Program Pasca Sarjana,
Universitas Sumatera Utara. USU e-Repository @2009.
6.
Departemen
Kesehatan RI. 2008 dalam Henniwati. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten
Aceh Timur [tesis]. Medan: Program Pasca Sarjana,
Universitas Sumatera Utara. USU e-Repository @2009.
7. Erfandi.
2008. Pengelolaan Posyandu Lansia. http:// puskesmas-oke.blogspot.com.
8.
Hardin, Eugene
and Hudson, Alia Khan. 2005. Elder Abuse-“Society’s Dilemma”. Journal of The
National Medical Association. Vol 97, No 1 Jan 2005. p : 91-94
9.
Henniwati. 2008.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di
Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur [tesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara. USU e-Repository @2009.
12. UU RI Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia
13. UU RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
14. Wahyuna, Adam Wisudiyanto. 2008. Pengaruh Pendidikan
Kesehatan tentang Posyandu Lansia terhadap Pengetahuan dan Sikap Kader dalam
Pemberian Pelayanan di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Kauman Ngawi
[skripsi]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
15. Wijayanti. 2007. Hubungan kualitas fisik dan
Lingkungan dengan Pola Kehidupan Lansia di Kelurahan Pudak Payung Kecamatan
Banyumanik, Semarang. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Pemukiman. Enclosure.
Vol 6 No 1 Maret 2007
16. Wijayanti. 2008. Hubungan Kondisi Fisik RTT Lansia
Terhadap Kondisi Sosial Lansia di RW 03 RT 05 Kelurahan Tegal Sari Kecamatan
Candi Sari. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan
Pemukiman. Enclosure. Vol 7 Maret 2008.
No comments:
Post a Comment