PEMERIKSAAN FISIK HEAD
TO TOE
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Tujuan:
·
Untuk
mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
·
Untuk menambah, menginformasi, atau
menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
·
Untuk menginformasi dan mengidentifikasi
diagnose keperawatan
·
Untuk membuat penilaian klinis tentang
perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaannya.
·
Untuk
mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
II.
Peralatan:
Ø Lidi kapas
|
Ø Handuk kertas
|
Ø Cytobrush
|
Ø Palu perkusi
|
Ø Bantalan sekali pakai
|
Ø Penggaris
|
Ø Selimut
|
Ø Pin pengaman
|
Ø Bagan mata (mis. Snellen chart)
|
Ø Skala dengan meteran pengukur tinggi
|
Ø Senter dan lampu sorot
|
Ø Wadah specimen dan slide mikroskop
|
Ø Formulir (mis. Fisik, laboratorium)
|
Ø Sfigmomanometer dan manset
|
Ø Handschoon (bersih atau steril)
|
Ø Stetoskop
|
Ø Skort untuk klien
|
Ø Forsep swab atau spon
|
Ø Pelumas larut air
|
Ø Pita meteran
|
Ø Oftalmoskop
|
Ø Thermometer
|
Ø Otoskop
|
Ø Tisu
|
Ø Slide untuk Papanicolaou smear
|
Ø Spatel lidah
|
Ø Speculum vagina
|
Ø Garpu tala
|
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Konsep Teori
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung
rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi
objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis.
Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien
dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara
keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh
data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
( Dewi Sartika, 2010)
v Adapun teknik-teknik
pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
a.
Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama
kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan
yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus
pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus
seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat
bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi
Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi: ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh
lainnya.
b.
Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba
dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura
A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan
indera peraba; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi cirri-ciri jaringan
atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan
penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur,
gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
c.
Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan
permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu
penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan
Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya
(kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi
batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)
d.
Auskultasi
Auskultasi
adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ
dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskultasi
adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.
Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising
usus.(Dewi Sartika, 2010)
v Dalam melakukan
pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai
berikut:
Ø Kontrol infeksi
Meliputi
mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu
klien mengenakan baju periksa jika ada.
Ø Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan
dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan
fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup
pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
Ø Komunikasi (penjelasan
prosedur)
Ø Privacy dan kenyamanan
klien
Ø Sistematis dan konsisten
(head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
Ø Berada di sisi kanan klien
Ø Efisiensi
Ø Dokumentasi
2.
Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan
fisik yang dilakukan bertujuan:
a.
Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
b.
Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh
dalam riwayat keperawatan.
c.
Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
d.
Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan
klien dan penatalaksanaan.
e.
Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing
pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap
bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.
3.
Manfaat Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi
kesehatan lain, diantaranya:
- Sebagai data untuk membantu perawat dalam
menegakkan diagnose keperawatan.
- Mengetahui
masalah kesehatan yang di alami klien.
- Sebagai dasar untuk memilih intervensi
keperawatan yang tepat
- Sebagai
data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
4.
Indikasi
Mutlak dilakukan pada
setiap klien, tertama pada:
- Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan
kesehatan untuk di rawat.
- Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
- Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien
5.
Prosedur pemeriksaan fisik
v Persiapan
a.
Alat:
Meteran
|
Stopwatch/Arloji
|
Timbangan BB
|
Reflek Hammer
|
Penlight
|
Otoskop
|
Steteskop
|
Hand Gloves
|
Spighnomanometer
|
Tissue
|
Thermometer
|
Buku Catatan
|
Alat
diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan
Pastikan
ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup
pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
c. Klien (fisik dan
fisiologis)
Bantu klien mengenakan
baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
v Prosedur Pemeriksaan
a.
Cuci tangan
b.
Jelaskan prosedur
c.
Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan
klien dan pasang hand gloves bila di perlukan
d.
Pemeriksaan umum meliputi: penampilan umum, status
mental dan nutrisi.
e.
Posisi
klien: duduk/berbaring
f.
Cara:
Ø Inspeksi
ü Kesadaran, tingkah laku,
ekspresi wajah, mood. (Normal: Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan
nyeri/ sulit bernafas)
ü Tanda-tanda stress/
kecemasan (Normal: Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
ü Jenis kelamin
ü Usia dan Gender
ü Tahapan perkembangan
ü TB, BB ( Normal: BMI
dalam batas normal)
ü Kebersihan Personal
(Normal: Bersih dan tidak bau)
ü Cara berpakaian (Normal:
Benar/ tidak terbalik)
ü Postur dan cara berjalan
ü Bentuk dan ukuran tubuh
ü Cara bicara. (Relaks,
lancar, tidak gugup)
ü Evaluasi dengan
membandingkan dengan keadaan normal.
ü Dokumentasikan hasil
pemeriksaan
Ø Pengukuran tanda vital
ü Posisi klien : duduk/
berbaring
ü Suhu tubuh (Normal:
36,5-37,5°C)
ü Tekanan darah (Normal:
120/80 mmHg)
ü Nadi:
a)
Frekuensi = Normal: 60-100x/menit ; Takikardia: >100 x/menit ;
Bradikardia: <60 x/menit
b)
Irama = Normal: teratur
c)
Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+:
Denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
ü Pernafasan
a)
Frekuensi = Normal: 15-20x /menit; >20 x /menit: Takipnea;
<15 x /menit Bradipnea
b)
Irama = Normal: teratur
c)
Kedalaman = dalam/dangkal
d)
Penggunaan otot bantu pernafasan = Normal : tidak ada
Setelah diadakan
pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
Ø Pemeriksaan kulit dan
kuku
ü Tujuan:
a)
Mengetahui
kondisi kulit dan kuku
b)
Mengetahui
perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.
ü Persiapan:
a)
Posisi
klien: duduk/ berbaring
b)
Pencahayaan
yang cukup/lampu
c)
Hand
Gloves
(untuk lesi basah dan berair)
ü Prosedur Pelaksanaan
a)
Pemeriksaan kulit\
· Inspeksi: kebersihan, warna,
pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal:
kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
· Palpasi: kelembapan, suhu
permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor
baik/elastic, tidak ada edema.
Setelah diadakan
pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
b)
Pemeriksaan kuku
· Inspeksi: kebersihan, bentuk,
dan warna kuku
Normal:
bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak
ikterik/sianosis.
· Palpasi: ketebalan kuku dan
capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah
kuku akan kembali < 2 detik.
Setelah diadakan
pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Ø Pemeriksaan kepala
ü Posisi klien: duduk ,
untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat berhadapan
dengan klien
ü Tujuan:
a)
Mengetahui
bentuk dan fungsi kepala
b)
Mengetahui
kelainan yang terdapat di kepala
ü Persiapan alat:
a)
Lampu
b)
Hand
Gloves (jika
di duga terdapat lesi atau luka)
ü Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi: ukuran lingkar
kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan
kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal:
simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut
jagung dan kering)
· Palpasi: adanya
pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
Normal:
tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
Setelah
diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
Ø Pemeriksaan wajah
· Inspeksi: warna kulit,
pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal:
warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
· Palpasi: nyeri tekan dahi, dan
edema, pipi, dan rahang
Normal: tidak ada nyeri
tekan dan edema.
Setelah diadakan
pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Ø Pemeriksaan mata
ü Tujuan:
a)
Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b)
Mengetahui adanya kelainan pada mata.
ü Persiapan alat:
a)
Senter
Kecil
b)
Surat
kabar atau majalah
c)
Kartu
Snellen
d)
Penutup Mata
e)
Hand
Gloves
ü Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi: bentuk,
kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata,
warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa
kontak, dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata
kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna
putih.
ü Tes Ketajaman
Penglihatan
Ketajaman
penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan
tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi
dua yaitu:
a)
Visus sentralis.
Visus sentralis ini
dibagi dua, yaitu;
Visus sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk
melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM.
Sutrisna, dkk, hal 21).
Virus sentralis dekat yang merupakan
ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis
dan lain lain. Pada
keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM.
Sutrisna, dkk, hal 21).
b)
Visus perifer
Pada visus ini
menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi
dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya
dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping.
Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik
huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil
pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan
normal dan jika Visus <20/20 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang
Penyebab penurunan tajam peglihatan seseorang bermacam macam, salah satunya
adalah refraksi anomaly/kelainan pembiasan.
ü Prosedur pemeriksaan
visus dengan menggunakan kartu snellen, yaitu:
a)
Memperkenalkan
diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
b)
Meminta
pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
c)
Memberikan
penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa yang akan
ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan tangannya
tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
d)
Pemeriksaan
dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu Snellen dari kiri
ke kanan, atas ke bawah.
e)
Jika
pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas.
Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
f)
Jika
pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien
diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra
= jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
g)
Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien
diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai
visus oculi dextranya 1/300).
h)
Jika
pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta
untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi
dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya
nol.
i)
Pemeriksaan
dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
j)
Melaporkan
hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y” artinya
mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat
melihat sejauh y meter.
ü Pemeriksaan Pergerakan
Bola Mata
dengan
cara Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya
Heterophoria.
Heterophoria berhubungan dengan
kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan posisi bolamata yang
disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bolamata yang sifatnya
tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau
juling, namun tidak nyata terlihat.
Pada
phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang
atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan
untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot
tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi
otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.
ü Dasar pemeriksaan
Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata :
a)
Pada
orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah
satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka
deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
b)
Pemeriksa
memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
c)
Sewaktu
tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam
(nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
d)
Sewaktu
tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal)
luar kearah (temporal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti
terdapat kelainan ESOPHORIA.
e)
Sewaktu
tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah
(inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA.
f)
Sewaktu
tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas
(superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPORPHORIA.
ü Alat/sarana yang
dipakai:
a)
Titik/lampu
untuk fiksasi
b)
Jarak
pemeriksaan :
Jauh
: 20 feet (6 Meter)
Dekat
: 14 Inch (35 Cm)
c)
Penutup/Occluder
ü Prosedur
Pemeriksaan :
a)
Minta
pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang
jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
b)
Pemeriksa
menempatkan dirinya didepan pasien sedemikian rupa, sehingga apabila terjadi
gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan jelas atau di
deteksi dengan jelas.
c)
Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
d)
Sewaktu
tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam
(nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
e)
Sewaktu
tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah
(temporal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanESOPHORIA.
f)
Sewaktu
tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah
(inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanHYPERPHORIA.
g)
Sewaktu
tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas
(superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPOPHORIA.
h)
Untuk
mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali
adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu metode ini
sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test).
Setelah
diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
Ø Pemeriksaan telinga
ü Tujuan: Mengetahui keadaan
telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran.
ü Persiapan Alat:
a)
Arloji berjarum detik
b)
Garpu tala
c)
Speculum telinga
d) Lampu kepala
ü Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi :
bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna,
liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar..
Normal: bentuk dan
posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain,
tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
· Palpasi: nyeri tekan
aurikuler, mastoid, dan tragus
Normal: tidak ada nyeri
tekan.
Setelah diadakan
pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
ü Pemeriksaaan Telinga
Dengan Menggunakan Garpu Tala:
a)
Pemeriksaan
Rinne:
·
Pegang
garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang
berlawanan.
·
Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
·
Anjurkan
klien untuk memberi tahu pemeriksa jika dia tidak merasakan getaran lagi.
·
Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan
didepan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala paralel terhadap
lubang telinga luar klien.
·
Instruksikan klien
untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.
·
Catat
hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b)
Pemeriksaan
Webber:
·
Pegang
garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang
berlawanan.
·
Letakkan
tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien.
·
Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua
telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.
·
Catat
hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut
Ø Pemeriksan hidung dan
sinus
ü Tujuan:
a)
Mengetahui
bentuk dan fungsi hidung
b)
Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi
ü Persiapan Alat:
a)
Spekulum
hidung
b)
Senter
kecil
c)
Lampu
penerang
d)
Hand
Gloves
ü Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi: hidung eksternal
(bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung (lesi, sekret, sumbatan,
pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
Normal:
simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada
sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
· Palpasi dan Perkusi frontalis dan,
maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)
Normal:
tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
Setelah
diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
Ø Pemeriksaan mulut dan
bibir
ü Tujuan: Mengetahui
bentuk kelainan mulut
ü Persiapan Alat:
a)
Senter
kecil
b)
Sudip
lidah
c)
Hand
Gloves
d)
Kasa
ü Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi dan palpasi
struktur luar:
warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi, dan stomatitis.
Normal:
warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis
· Inspeksi dan
palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/
radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
Normal: gigi lengkap,
tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan
atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda
infeksi.
Gigi lengkap pada orang
dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang atas dan 16 buah
di rahang bawah. Pada
anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh
dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung.
Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai
tanggal dan dig anti gigi tetap.
Pada usia 6 bulan gigi
berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan berjumlah 7 buah(2 dirahang
atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang atas
dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas
dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan
8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang
atas dan 10 dirahang bawah)
Setelah diadakan
pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Ø Pemeriksaan leher
ü Tujuan:
a)
Menentukan
struktur integritas leher
b)
Mengetahui
bentuk leher serta organ yang berkaitan
c)
Memeriksa
system limfatik
ü Persiapan Alat: Stetoskop
ü Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi leher: warna integritas,
bentuk simetris.
Normal:
warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjer gondok.
· Inspeksi dan auskultasi
arteri karotis: lokasi
pulsasi
Normal: arteri karotis
terdengar.
· Inspeksi dan palpasi
kelenjer tiroid (nodus/difus,
pembesaran, batas, konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit),
kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis
(letak, terlihat/ teraba)
Normal: tidak teraba
pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kel.limfe,
tidak ada nyeri.
· Auskultasi: bising pembuluh darah.
Setelah diadakan
pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Ø Pemeriksaan dada( dada
dan punggung)
ü Posisi klien: berdiri,
duduk dan berbaring
Ø System pernafasan
ü Tujuan:
a)
Mengetahui
bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
b)
Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan
c)
Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus
ü Persiapan alat:
a)
Stetoskop
b)
Penggaris
centimeter
c)
Pensil
penada
ü Prosedur pelaksanaan
· Inspeksi: kesimetrisan,
bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan
upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit,
lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal:
simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan,
warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema
· Palpasi: Simetris, pergerakan
dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(perawat berdiri dibelakang
pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau
“enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung
pasien.)
Normal: integritas kulit
baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris,
taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
· Perkusi: paru, eksrusi
diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada
tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal: resonan (“dug
dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg
bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
· Auskultasi: suara nafas, trachea,
bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di
RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
Normal:
bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah
diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
Ø System kardiovaskuler
ü Tujuan:
a)
Mengetahui
ketifdak normalan denyut jantung
b)
Mengetahui
ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c)
Mengetahui
bunyi jantung normal dan abnormal
d)
Mendeteksi
gangguan kardiovaskuler
ü Persiapan alat
a)
Stetoskop
b)
Senter
kecil
ü Prosedur pelaksanaan
· Inspeksi: Muka bibir, konjungtiva,
vena jugularis, arteri karotis
· Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi
dan palpasi: denyutan aorta teraba.
· Perkusi: ukuran, bentuk,
dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke
bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung:
tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan
8.
· Auskultasi: bunyi jantung,
arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop untuk
mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi
jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung
tambahan (S3 atau S4).
Setelah diadakan
pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.
Ø Dada dan aksila
ü Tujuan:
a)
Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan
payudara
b)
Mendeteksi
awal adanya kanker payudara
ü Persiapan alat:
Hand Gloves
ü Prosedur pelaksanaan
·
Inspeksi payudara: Integritas kulit
·
Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola,
putting, dan penyebaran vena
·
Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus
limfe, konsistensi.
Setelah
diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
Ø Pemeriksaan Abdomen
(Perut)
ü Posisi klien: Berbaring
ü Tujuan:
a)
Mengetahui
betuk dan gerakan-gerakan perut
b)
Mendengarkan
suara peristaltic usus
c)
Meneliti
tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.
ü Persiapan:
a)
Posisi
klien: Berbaring
b)
Stetoskop
c)
Penggaris kecil
d)
Pensil gambar
e)
Bantal kecil
f)
Pita
pengukur
ü Prosedur pelaksanaan
·
Inspeksi: kuadran dan simetris, contour, warna
kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan
umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal:
simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat
ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
·
Auskultasi: suara peristaltik (bising usus) di semua
kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction
rub: aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara
peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis,
arteri iliaka dan aorta.
·
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah
jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
·
Perkusi hepar: Batas
·
Perkusi Limfa: ukuran dan batas
·
Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila
hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan = hipertimpani
·
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal
kiri dan kanan): massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular,
lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba
penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairan
Setelah diadakan
pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Ø Pemeriksaan ekstermitas
atas (bahu, siku, tangan)
ü Tujuan:
a)
Memperoleh
data dasar tetang otot, tulang dan persendian
b)
Mengetahui
adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu.
ü Alat:
Meteran
ü Posisi klien: Berdiri. Duduk
ü Inspeksi struktur
muskuloskletal: simetris
dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika,
integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
ü Palapasi: denyutan
a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas
ü Tes reflex: tendon trisep, bisep,
dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan
trisep positif
Setelah diadakan
pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
Ø Pemeriksaan ekstermitas
bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak kaki)
ü Inspeksi struktur
muskuloskletal: simetris
dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus
otot
Normal: simetris
kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
ü Palpasi: a. femoralis, a.
poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal:
teraba jelas
ü Tes reflex: tendon patella dan
archilles.
Normal:
reflex patella dan archiles positif
Setelah diadakan
pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandingkan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
Ø Pemeriksaan genitalia
(alat genital, anus, rectum)
ü Posisi Klien : Pria
berdiri dan wanita litotomy
ü Tujuan:
a)
Melihat
dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.
b)
Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises,
edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau
darah.
c)
Melakukan
perawatan genetalia
d)
Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau
persalinan.
ü Alat:
a)
Lampu
yang dapat diatur pencahayaannya
b)
Hand
Gloves
Ø Pemeriksaan rectum
ü Tujuan :
a)
Mengetahui kondisi anus dan rectum
b)
Menentukan
adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rectal
c)
Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
d)
Memeriksa
kangker rectal dll
ü Alat:
a)
Sarung
tangan sekali pakai
b)
Zat
pelumas
c)
Penetangan
untuk pemeriksaan
ü Prosedur Pelaksanaan
v Wanita:
· Inspeksi genitalia
eksternal: mukosa kulit,
integritas kulit, contour simetris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa
lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi
(pengeluaran pus /bau)
· Inspeksi vagina dan servik: integritas kulit,
massa, pengeluaran
· Palpasi vagina, uterus
dan ovarium:
letak ukuran, konsistensi dan, massa
·
Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula
ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/
polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan
pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
v Pria:
· Inspeksi dan palpasi
penis: Integritas
kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit
baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah
· Inspeksi dan palpassi
skrotum: integritas kulit,
ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
· Pemeriksaan anus dan
rectum: feses,
nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada
nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan
pendarahan.
Setelah diadakan
pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
6.
Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan
yang mereka berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan.
Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan
melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku. Keterampilan
pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan
sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci,
dan objektif melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan
tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung
sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk
mengevaluasi keefektifan asuhan.
7.
Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari
pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar
institusi memiliki format khusus yang mempermudah pencatatan data
pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien
berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi
atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke
dalam rencana asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang
hamper sama dengan langkah-langkah proses keperawatan. Format SOAPIE, terdiri
dari:
a)
Data
(riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
b)
Data
(fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi oleh perawat.
c)
Assessment
(pengkajian), yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang kemajuan atau
kemunduran klien
d)
Plan
(Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
e)
Implementation
(pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana
f)
Evaluation
(evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara
keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh
data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa,
menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien,
tertama pada klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di
rawat, secara rutin pada klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai
kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di lakukan
pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat
bermanfaat, baik untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan. memilih
intervensi yang tepat untuk proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil
dari asuhan keperawatan.
2.
Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik,
maka perawat harus memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan
pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan
dilakukan dengan prosedur yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Admit. Pemeriksaan
Fisik.http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/(online) diakses 17 September
2010.
Ø Bates, Barbara.
1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
Ø Bickley, Lynn S. 2008. Buku
Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta. EGC
Ø Burnside, John W. 1995. Diagnosis
Fisik. Jakarta. EGC
Ø Candrawati. Susiana.Pemeriksaan
Fisik system Kardiovaskuler.Diakases tanggal 18 September 2010
Ø Dealey,
Carol.2005. The Care Of Wound A Guides For Nurses.Navarra.Balckwell Publishing.
Ø Kusyanti, Eni,dkk.
2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium.Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment